Banyak sekali permasalahan yang dialami oleh sebuah
pasangan dalam menjalani hubunganya. Terkadang masalah itu bisa menjadi jalan
untuk lebih dewasa dalam menyikapi pasangan tetapi ada kala masalah itu bisa
membuat hubungan itu berakhir tak ada artinya. Pada intinya setiap ada masalah
yang dihadapi oleh sebuah pasangan itu adalah jalan untuk menjadi pasangan yang
dewasa dari sebelumnya.
Selayaknya pasangan yang lainnya, hubungan kami pun
sering dilanda masalah. Setiap masalah itu datang silih berganti. Sebuah ironi
memang, banyak sekali lagu-lagu cinta yang kita dengar itu menandakan bahwa
cinta itu adalah segalanya. Tetapi dalam kenyataanya kita berjalan dengan susah
payah. Segala badai kita terjang sampai saat ini, hingga kedewasaan yang kita
dapat saat ini. Walau saja kita masih sering terbawa oleh ego masing-masing.
Kisah cintaku bukanlah kisah cinta layaknya Cinderella
dan pangeranya, putri salju dengan kurcaci dan pangeran yang menciumnya,
ataupun rapunzel yang akhirnya menikah dengan pangeran tampan yang ia cintai
yang berujung bahwa kisah cinta mereka berakhir dengan bahagia selamanya.
Jujur semua itu adalah idaman bagi para pasangan yang
melaksanakan hubungan cinta. Tetapi sayang kehidupan kita lebih terasa
disbanding mereka yang berada di negeri dongeng. Lebih nyata ketimbang fiksi
yang ada. Akan terasa sakit pula jika kita tak hati-hati melangkah. Serta kita
juga tidak hidup dengan penuh kebahagiaan layaknya mereka, begitu juga
hubunganku dengan Rani. Banyak yang menyebut kita ini menjalani hubungan tanpa
masalah dan menjadi pasangat terawet di sekolah kami. Mereka yang menyebut kita
seperti itu hanyalah melihat hubungan pasangan kita dari kulit luarnya saja.
Padalah hubungan kami itu tak layaknya seperti bulan di angkasa. Dari jauh kita
bisa melihat betapa indahnya cahaya terang bulan yang dipantulkan dari
Matahari, tetapi jika kita lebih dekat untuk melihatnya maka akan terlihat
bahwa bulan itu tak secantik yang kita lihat. Banyak sekali bongkahan-bongakan
dan kawah yang tersebar disana. Seperti itulah hubungan kami.
Cerita ini menunjukan bahwa kesetiaan akan mengalahkan
segalanya di hidup ini. Banyak yang kita lewati serta arungi dalam menjalani
hubungan. Kecil, sedang dan sangat rumit kita lewati bersama. Konsistensi akan
membantu jalannya pasangan yang baik.
Saat ini kita akan memasuki jenjang yang baru dan grade
yang baru. Kita akan memasuki kelas 3 saat ini. Kelas tertinggi dalam sekte
sekolah, muncul kepedean dari bebarapa kaum yang menganggap bahwa mereka yang terbaik.
Merasa paling tua diantara adik-adik kelasnya. Sudah mulai menopangkan wajah
yang mana dulunya hanya menunduk kalau bertemu dengan kakak kelasnya. Haha lucu
memang jika melihat kenyataan ini di sekitar kita. Tapi apa boleh dibuat,
inilah realita SMA yang sesungguhnya. Ada juga yang mencoba untuk mencuri hati
dari hati adik kelasnya supaya dianggap paling care dan paling baik. Wah wah
memang inilah kehidupan.
Tidak hanya masalah itu saja yang bisa kita nikmati,
tetapi kita juga akan menikmati kelas 3 dengan cara kita sebenarnya. Menikmati
bahwa di saat inilah kita dituntut untuk lebih serius dalam belajar dalam
menghadapi ujian yang akan dihadapi oleh setiap siswa kelas 3 seluruh negeri
ini.
Perasaan campur aduk inilah yang juga dihadapi oleh kami,
Rani selalu saja menanyakan akan kemana kita nantinya. Dia tidak sanggup untuk
melihat kita akan berpisah dan berada jauh dalam kota yang berbeda satu sama
lain. Tetapi aku sudah menjelaskan kronologis kegiatan dan bagaimana hubungan
kita selama setahun kedepan.
“Ran, ga kerasa udah mau kelas 3 ya”
“Iya Ren, kita makin awet aja yaa.. hehehe”
“Iya makin awet hehe, tapi bukan masalah itu yang aku
maksud”
“Kita nanti pasti bakal renggang dan pisah”
“Tuh kok ngomongnya gitu sih, aah bikin liburan badmood
aja nih”
“Ya bukan gitu, tapi kita juga kan harus persiapan buat
ujian kelas 3 nanti”
“Iya, tapi kan sekarang km ngertiin aku dong…”
“Emang km kenapa Ran?”
“Iiih km maah, ga perhatian banget sih sama aku!”
“Iya aku ngerti kalo km pengen nikmatin masa kita kaya
gini kan..”
“Iya Reen, udah yaa jangan rusak suasana ini dulu”
“Iya iya, yaudah jalan lagi yuk..”
“Iyaa “
Dari percakapan itu aku
sudah menduga bahwa dalam setahun ini aku ga akan terlepas dari Rani, karena
memang dia sangat menyayangkan hubungan kita yang sudah lewat selama lebih dari
setahun ini.
Perasaan tak ingin terpisah pun terlihat dari sosok
wajahnya yang manja dengan mata berbinar yang selalu saja membuat aku terpana
melihatnya. Rani Rani..
Hari-hari liburan kami kita habiskan bersama sebelum
memasuki tahun ajaran baru nanti. Hampir setiap hari kita selalu jalan bersama,
seakan kita tak ingin melewatkan masa-masa indah seperti ini. Setiap ada waktu
untuk bertemu kita selalu aja jalan berdua, entah makan nonton bahkan Cuma
nongkrong di warung kopi. Hadah dasar anak muda. Setelah itu kami pulang dan
aku mengantar ke rumah Rani terlebih dahulu. Tetapi saat itu langit sedang
tidak bersahabat sama sekali, tiba-tiba saja langit berubah menjadi kelam dan
kelabu. Dewa Thor pun sudah memalu petir berkali-kali sehingga membuatku memacu
kecepatan motor lebih kencang.
Akhirnya kami berdua pun sampai ke rumah Rani, bressssss
waa hujan sudah tidak bisa dibendung lagi. Deras dan berangin, jadi aku
putuskan untuk berteduh dulu di rumah Rani sampai hujannya reda. Ketika aku
memasuki garasi mobil rumah Rani, aku tidak melihat mobil ayahnya Rani. Benar
saja, ternyata orang tua Rani sedang pergi dan meninggalkan kunci di dekat pot
rumah Rani.
Rumah Rani tidak begitu besar dan tidak juga begitu kecil.
Gaya arsitektur rumah tahun 2009 tidak minimalis tetapi terlihat mewah dengan
cat berwarna krem dan coklat mudanya. Tampak di depan rumah itu ada sebuah
rumah kecil yang biasa digunakan oleh Ayahnya Rani untuk melakukan pekerjaanya.
Ayahnya adalah seorang penjahit dan Rani juga selalu cerita betapa sibuk
ayahnya melakukan pekerjaanya itu. Ada juga tumpukan kain yang siap untuk
dikirim ke toko-toko yang menjual hasil kerja Ayahnya itu.
Terlepas dari itu, saat ini rumah Rani sekarang sangat
sepi. Aku juga jadi merinding melihat kedaan rumahnya yang gelap karena hujan
ini. Akhirnya aku duduk dan masuk kedalam rumah Rani. Ruang tamunya sederhana
dan aku senang melihat foto-foto keluarga Rani di ruangan tersebut. Rani pun
menemani aku duduk dan bicara di ruangan itu.
Lama kami berbicara untuk memecah keheningan dan derasnya
hujan diluar. Udara dingin mulai menerpa kami. Akhirnya Rani menutup pintu
rumahnya dan mengajak aku untuk duduk di ruang tengah. Kami berbicara beberapa
hal dan sempat bercanda sampai kita guling-gulingan di ruang tengah itu. Kami
seakan berasa seperti pengantin baru yang baru saja pindah ke rumah baru.
Hahaha aku juga sempat memikirkan hal seperi itu, tetapi aku takut untuk
melakukan hal-hal yang aneh karena ini adalah rumahnya Rani.
“Ren, haus ga?”
“Hmm iya, emang km mau bikin apa?”
“Aku bikinin the aja ya, biar anget”
“Sip deh Ran, hehe aku tunggu”
Tak lama aku menunggu
akhirnya Rani pun datang membawa the hangat yang dia buat untuk menemani
bercandaan kita. Daaaaan ..
“Gubraaaak..!!”
“Gubraaaak..!!”
“Awsssh panas Ran!!”
“Aduh aduh maaf ya Ren, aku ga sengaja kesandung dan
numpahin teh ke kamu”
“Iya ga pp, tapi ini… aduh panas banget. Yah basah semua
deh baju aku”
“Hmm kamu bersihin badan km dulu deh di kamar mandi”
“Iya iya, aku ke kamar mandi dulu. Mana handuknya?”
“Nih pake aja punya aku”
Setelah aku membersihkan
badanku aku langsung keluar tanpa mengenakan apa-apa dan hanya memakai
handuknya Rani karena bajuku basah semua.
“Ran aku pake baju apa nih?”
“Hmm Ren tadinya aku mau minjemin baju kakak aku, tapi…”
“Tapi apa ga ada yang muat atau kegedean semua?”
“Kan kakak aku ikut pergi, ternyata kakak aku ngunci
kamarnya dan aku ga tau dimana kunci cadanganya”
“Yaah aku pake baju km dong?”
“Iya udah ga pp, nih muat ga?”
“Aduh, rada kekecilan sih tapi ga pp deh daripada masuk
angin”
Waah kacau deh, aku
memakai bajunya si Rani. Ini kalai orang tua Rani tau bisa gawat. Dikira aku
abis ngapain sama Rani sampe pake bajunya dia segala. Hujan juga masih belum
menunjukan akan reda. Masih deras dan petir bergantian menghantam aliran-aliran
negative yang ada dibumi.
Rasa kantuk pun datang, tetapi sebisa mungkin aku akan
menahannya sampai hujan reda. Karena aku takut aku tidur di rumah Rani dan
difitnah yang engga-engga. Tapi tanpa sadar Rani malah memeluku dan menggenggam
tanganku. Aku lalu duduk di ruang tengah itu dengannya. Kami terbawa suasana.
Terasa takut menyelimutiku sepanjang waktu ini. Aduh sangat sacral suasana ini.
Jangan sampai kita berlanjut seperi kejadian di Jogja waktu itu. Rani terus
saja mendekapku, karena mungkin dia tahu kalau aku saat ini sedang kedinginan
akibat teh tadi.
“Reen, aku pengen
kaya gini dulu yaa..”
“Iya, emang ada Ran. Kamu ga enak badan?”
“Bukan, aku ga tau kita setahun kedepan bakal kaya
gimana”
“Iya sih, kita udah mau kelas 3. Dan otomatis kita pasti
bakal….hmph”
Rani tiba-tiba saja
mendekapku dan tidak membiarkan aku melanjutkan kata-kata dari mulutku
“Ren jangan bilang kita pisah!! Aku kan udah bilang aku
ga suka km bahas kaya gini”
“Iya iya, maaf aku hampir keceplosan”
“Makasih ya Ren, kamu udah mau sabar ngadepin aku slama
lebih dari setahun ini”
“Iya sama sama, kan aku gitu karena aku sayang sama kamu
Ran…”
Setelah itu kita berbicara
layaknya pasangan biasanya, tertawa karena memang ada pembahasan yang dianggap
lucu oleh kita. Sambil ditemani oleh
derasnya hujan yang turun, kami berusaha untuk tetap membuat suasana kami
berdua hangat tanpa harus berpelukan karena kami takut apa yang akan terjadi
selanjutnya. Pada awalnya kami tetap berpegang teguh untuk tidak ada yang tidur
sampai orangtua Rani datang. Tetapi tanpa sadar dewa pasir pun menaburkan
butiran-butiran pasir yang mana itu akan membuat mataku berat sekali, serta
domba-domba pun bermunculan serta melompat di atas kepalaku. Waah aku sudah
mulai bermimpi dan tak sadarkan diri. Aku merasakan gesekan hangat di seluruh
badanku, lalu gesekan itu berubah menjadi suatu perasaan yang aku belum pernah
rasakan sebelumnya. Nikmat tetapi aku merasa risih, apa sih ini sebenernya.
Lembab basah serta lengket terasa menyelimuti bibirku waktu itu, apa ini tadi
bekas teh yang aku minum. Tetapi aku mulai mendengar suara, suara itu seperti
desahan. Semakin lama itu semakin keras keras daaaan mulai berteriak di sekitar
telingaku. Dan suara itu adalah
“Kamu ngapain di sini Reno?!”
“Waah om, aduh tadi saya nungguin hujan reda eh malah
ketiduran”
Aaaah apa yang aku takuti
ternyata muncul juga, aduh kenapa tadi aku ketiduran. Jadi runyam gini kan
masalahnya.
“Terus km juga ngapain pake bajunya Rani ?” Tanya ibunya
Rani
“Gini tante, tadi baju saya kena tumpahan air teh. Jadi
saya make bajunya Rani”
“Iya mah, tuh bajunya aku jemur di belakang?”
“Tapi kamu ngapain tidur-tiduran gitu?” Tanya Ayahnya
Rani
“Tadi ga sengaja ketiduran om, maaf saya malah buat
masalah kaya gini”
“Gitu ya, tapi kenapa tadi Rani megang-megang badan kamu”
“Pah? Emang aku kaya gitu apa.. ga laah aku kan Cuma
dipeluk sama Reno”
“Yaudah yaudah, jangan sampe kaya gini lagi. Sekarang
kamu pulang ya Reno” sanggah Ibunya Rani
Waduh kejadian ini begitu sangat memalukan, apalagi jika
sampai terdengar ke telinga orangtuaku. Waaah mau taro dimana muka saya. !!
Memang seperti apa yang aku katakana, setiap pasangan
akan menerima sebuah masalah untuk menjadi pasangan yang lebih dewasa dari
sebelumnya. Tetapi saat ini masalah yang aku hadapi sangat-sangat kompleks.
Walaupun kejadian itu hanya sekedar tidur berdua dengan Rani. Tetapi sangat
berat tanggunan yang akan aku jalani di depan orangtua Rani.
Orangtua Rani pasti sangat mengkhawatirkan keadaan Rani
setelah kejadian itu. Mereka adalah orangtua yang sangat memanjakan Rani dan
melindungi Rani. Walau aku merasa tidak melakukan apa-apa dengan Rani, tetap
saja aku takut ketika kami tidur secara tidak sadar kami melakukan hal-hal yang
tidak disangka. Yang terlebih aneh lagi, ketika aku tidur aku memang merasa
badanku seperi ada yang menggerayangi. Apa itu mimpi atau memang Rani melakukan
sesuatu terhadap tubuhku. Biarlah aku tidak mempermasalahkan itu, yang penting
aku akan serius untuk kelas 3 nanti aja.
Masalah ini sudah lewat hampir 2 hari. Kami berdua tidak
jalan lagi karena kejadian yang menimpa kami beberapa tempo hari yang lalu. Aku
sempat bertanya gimana tanggapan atau reaksi dari orangtua Rani terhadap Rani.
Tetapi setelah masalah tersebut, kami malah menemukan
masalah yang lain. Dipta seseorang brengsek yang kami temui di Jogja waktu
liburan waktu itu ternyata pindah rumah dan berdekatan dengan Rani. Waduh, sial
ada apa lagi ini. Kenapa mereka malah berdekatan. Kok yaa si Dipta itu pindah rumah
di dekat rumah Rani. Kaya Jakarta nih ga ada tempat lain aja.
Aku sempat khawatir dan menjadi sedikit curiga ketika
Dipta mengetahui bahwa Rani adalah tetangganya dan mereka menjadi sering
bertemu ketika di warung atau sedang duduk-duduk di teras rumah. Yang terlebih
bikin kesel lagi, Rani nya itu nanggepin apa yang dilakukan oleh Dipta. Dengan
senang hati mereka bercanda-bercanda tanpa sepengetahuan aku secara langsung.
Aku mengetahui hal tersebut dari pengintaian aku setelah
aku tahu DIpta pindah rumah ke dekat rumah Rani. Tetapi setelah dipikir-pikir
aku terlihat bodoh kalau aku melakukan hal ini. Ini sama saja dengan kejadian
aku dengan Septa. DI belakang aku bercanda, ketawa dan bersenang-senang tanpa
Rani tahu. Sekarang aku malah merasakan bagaimana sedihnya kalau Rani yang
melakukan hal itu dengan Dipta.
Haduh, hukum karma memang berlaku di dunia ini. Sekarang
aku merasakan bahwa rasa sakit jika saat pasangan kita melakukan yang seperti
adalah seperti dihujam oleh ribuan paku yang menjadi ranjang dan selimut kita.
Setiap melakukan apapun pasti akan terasa sakit. Jika ingin tidak merasakan
sakit maka aku harus berhenti “tidur” di ranjang tersebut. Sakit yang kurasakan
saat ini sama dengan seperti tersetrum oleh sengatan listrik yang membuat detakan
jantung berhenti berdetak sementara. Sesaat, tetapi rasa kejangnya lama untuk
disembuhkan. Setiap ingin menghentikan kejang yang dihasilkan oleh sengatan
tersebut selalu saja akan merasa sakit dibagian yang disengat listrik.
Bergerak, mendengar, dan melihat apa yang membuat kita
semakin jatuh kedalam rasa sakit adalah hal yang bodoh. Sudah tahu itu pasti
akan sakit, kenapa kita lakukan? Terkadang hal itu yang aku pikirkan ketika
melihat Rani dengan Dipta. Kalau memang aku menjadi sakit jika melihat itu, untuk
apa aku lakukan? Tetapi jika aku tidak melakukannya, aku akan khawatir. Waah
susah nih menjadi anak remaja yang terkadang galau sendiri dengan pola pikir
yang masih cenderung pendek.
Kembali kepada topik utama kita, sebuah masalah dalam
hubungan kami saat ini semakin kompleks dengan adanya Dipta di antara kami.
Disekolah aku menanyakan Dipta, dan Rani menjawab
“Ohh dia, hihi baik loh dia Ren. Masa hampir setiap hari
dia beliin aku es krim”
Kampreeeet!!! Ngapain tuh
cowo dalam pikirku…
“Oh wah hmm yaa… bagus dong, hehe “ (jawabku sekenanya)
“Dia juga mukanya aga lumayan loh Ren, cocok buat jadi
model”
“Model? Wah ganteng dong..” (anjrit, gua aja ga pernah
dibilang gitu sama dia)
“Iya manis deh.. :D”
Waduh bener bener deh, apa
yang kurasakan ini sepeti dibanting seribu kali oleh kekuatan Hulk. Dibawa
terbang oleh Superman dan dihantam oleh bebatuan yang dimiliki oleh The Thing.
Telingaku terasa panas seperti di kenai senjata dari Iron Man. Aku terperangkap
dalam situasi yang tidak memungkinkan aku memutuskan sesuatu dalam jaring
Spider-Man. Serta aku terlena oleh rayuan dan kecantikan Poison Ivy, terbawa
oleh bermacam-macam tipuan dan muslihat Joker. Merasa dicurangi oleh Lex
Luthor, serta dihantui oleh bayang-bayang Scare Crow yang membuat suasana
hatiku tidak nyaman dengan adanya Dipta.
Sudahlah, aku pastikan ini bukanlah penghambat dalam
hubungan aku dengan Rani. Kalau aku jantan, aku temui saja si Dipta. Aku ajak
bicara baik-baik dan lupakan masalah ini untuk selamanya hahahaha!!
Wah bener juga, ternyata si Dipta ga ngobrol sama Rani
lagi. Entah deh kenapa mereka jadi berjauhan sekarang. Yaudah kabar baik
sebenernya ini tetapi sebetulnya apa yang kita lewati saat ini itu
diambang-ambang hubungan kita menjadi seorang pacar.
Aku juga merasa sulit untuk menahan emosi, selalu saja
aku terlontar kata-kata amarah yang aku ucapkan kepada Rani. Aku menjadi tidak
sabaran dengan pola tingkah Rani. Apa ini juga pelampiasan karena Dipta? Aku yang
jelas tidak tahu pasti apa yang aku rasakan. Tetapi aku selalu salut sama Rani,
dia selalu saja sabar menghadapi apa yang aku lakukan dan aku katakana
kepadanya. Bahkan dia melontarkan candaan kecil sehingga aku tidak jadi marah
lagi kepadanya. Sungguh inilah yang aku bilang dari putih diatas titik hitam,
dimana jika ada hitam yang menyelimuti maka harus ada putih untuk bisa
menyeimbangkannya. Kalau ada yin, maka disitu ada yang. Jika semuanya gelap
karena hitam, putih ada untuk member tanda dimana kita sebenernya berada.
Cerita
ini hanyalah sebuah relaksasi pikiran dimana tidak ada manusia yang sesempurna
penciptanya. Tak ada cahaya jika mereka tidak berusaha untuk menyalakan lampu
atau sebagainya.
Serta biarkanlah angin membawa hubungan kemana akan
pergi, tetapi tetap kita adalah beban utama yang bisa menentukan tempat yang
tepat untuk mendarat. Aku dan Rani hanyalah manusia biasa dengan segala sifat
ketidakpuasan yang dimiliki kami. Sering kami menjumpai masalah, tetapi hanya
satu yang kita percayakan untuk memecahkan itu semua. Hilangkan rasa ego, serta
kesabaran yang penuh. Mohon maaf jika ending dari cerita ini tidak manjadi
penentu diantara semua konflik diatas. Seperi yang dibilang sebelumnya cerita
ini hanyalah relaksasi bagi para remaja, bahwa masalah itu tidak diselesaikan
dengan galau atau marah-marah belaka. Tetapi kita harus meredam ego kita untuk
meredakan masalah yang ada. Sekian, sampai jumpa pada cerita berikutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar